Oleh: Faizunal A. Abdillah, Pemerhati sosial dan lingkungan – Warga LDII tinggal di Serpong, Tangerang Selatan.
Pada bulan tepat ketika usia memasuki 50 tahun, seorang sahabat dengan penuh perhatian memberikan nasehat indah dan menyentuh. Dengan bahasa yang ringan dan dalam, sahabat itu menyampaikan sesuatu yang mengena, bahwa ternyata, rerata orang menjadi kaya setelah memasuki setengah abad usia. Seperti sudah menjadi tuntutan zaman. Sebuah gaya hidup tanpa melihat usaha dan kinerjanya. Sekilas seperti berita gembira, di tengah situasi dan harapan semua kepala untuk menjadi kaya.
Namun, bukan itu alasan sahabat saya mengirimkan pituahnya. Ternyata ada pada kalimat selanjutnya. Sebab memasuki usia 50 tahun, ada perak di rambutnya, ada emas di giginya, ada gas di perutnya, ada kristal di kandung kemihnya, ada minyak di darahya, ada gula di air seninya, ada kapur di tulangnya, ada pasir di empedunya, bahkan jantungnya pun ada yang pakai cincin. Meski begitu, mereka pada umumnya tidak lagi sombong. Hal itu tercermin dari cara jalannya yang kian menunduk. Dan mereka semakin menyadari, bahwa menjadi kaya duniawi itu tidaklah menyenangkan.
Sedikit banyak nasehat di atas ada aroma kebenarannya. Beberapa hal, malah saya rasakan sebelum memasuki usia 50 tahun. Dan kesimpulannya pun tepat, untuk tidak sombong tetapi lebih kepada mempersiapkan diri yang lebih baik menyambut sisa perjalanan hidup ini. Jalaluddin Rumi dengan bijak berpesan; “Kemarin aku menjadi pintar, aku ingin mengubah dunia. Hari ini, aku menjadi bijak. Aku ingin mengubah diriku sendiri.” Inilah mungkin fokus untuk memasuki sisa usia dengan tajuk menua yang indah. Usia sudah berapa, dan tinggal berapa.
عن أبي هريرة رضي الله تعالى عنه قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم أَعْمَارُ أُمَّتِي مَا بَيْنَ السِّتِّينَ إلَى السَّبْعِينَ وَأَقَلُّهُمْ مَنْ يَجُوْزُ ذَلِكَ رواه الترمذي
Dari Abu Hurairah ra. Ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, ‘Usia umatku (umumnya berkisar) antara 60 sampai 70 tahun. Jarang sekali di antara mereka melewati (angka) itu.’ (HR At-Tirmidzi).
Deepak Chopra pernah menulis buku Grow Younger Live Longer, ada fakultas kedokteran yang membuka program pascasarjana anti aging, bahkan di dunia nyata banyak ditawarkan produk-produk yang bisa membuat awet muda – anti tua. Kendati demikian ia tidak bisa menolak kenyataan semua menua. Pohon, binatang, manusia, semesta semuanya menua. Perhatikan es yang meleleh di kutub, cuaca yang mengalami anomali, bencana di mana-mana, semua adalah tanda-tanda semesta yang menua. Mencoba melawan hukum penuaan, hanya akan memperpanjang daftar panjang penderitaan yang sudah panjang. Penyakit, stres, depresi, salah-salah konflik dengan pihak lain, bisa menjadi limbah akibat perlawanan akan proses penuaan ini.
مَا خَلَقْنَا السَّمَوَاتِ وَالأرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا إِلا بِالْحَقِّ وَأَجَلٍ مُسَمًّ (3)
“Kami tiada menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya melainkan dengan (tujuan) yang benar dan dalam waktu yang ditentukan.” (QS Al-Ahqaf:3)
اَللّٰهُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ ضَعْفٍ ثُمَّ جَعَلَ مِنْۢ بَعْدِ ضَعْفٍ قُوَّةً ثُمَّ جَعَلَ مِنْۢ بَعْدِ قُوَّةٍ ضَعْفًا وَّشَيْبَةً ۗيَخْلُقُ مَا يَشَاۤءُۚ وَهُوَ الْعَلِيْمُ الْقَدِيْرُ
Allah-lah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) setelah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) setelah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki. Dan Dia Maha Mengetahui, Mahakuasa. (QS Ar-Rum:54)
Dari Sa’id bin Musayyib, Rasulullah SAW bersabda:
كَانَ إِبْرَاهِيمُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوَّلَ النَّاسِ ضَيَّفَ الضَّيْفَ وَأَوَّلَ النَّاسِ اخْتَتَنَ وَأَوَّلَ النَّاسِ قَصَّ الشَّارِبَ وَأَوَّلَ النَّاسِ رَأَى الشَّيْبَ فَقَالَ يَا رَبِّ مَا هَذَا فَقَالَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى وَقَارٌ يَا إِبْرَاهِيمُ فَقَالَ يَا رَبِّ زِدْنِي وَقَارًا
“Ibrahim adalah orang pertama yang menjamu tamu, orang pertama yang berkhitan, orang pertama yang memotong kumis, dan orang pertama yang melihat uban, lalu ia berkata: “Apakah ini wahai Tuhanku?” Maka Allah Yang Maha Barokah dan Maha Mulya berfirman: ‘Kewibawaan wahai Ibrahim’. Ibrahim berkata, ‘Wahai Tuhanku, tambahkan aku kewibawaan itu.” (HR. Bukhori dalam Al-Adabul Mufrod 120)
Untuk itulah para bijak, para guru dan para penekun kehidupan serius mempersiapkan diri agar menua secara indah. Berbeda dengan gaya hidup kebanyakan orang yang ditandai banyak perlawanan, di jalan ini ditempuah cara penuh kewibawaan. Rahasianya, kebahagiaan lebih dekat dengan kualitas penerimaan seseorang terhadap kehidupan daripada melawannya. Bekerja, berusaha, berdoa tetap menjadi menu-menu keseharian, namun mengalir bersama berkah kehidupan, itulah yang membahagiakan sekaligus membebaskan. Makanya ada yang menulis, melawan putaran kehidupan adalah penderitaan, mengalir sempurna bersama putaran kehidupan itulah pembebasan. Hal ini seiring dengan makna indah tanda kehidupan yaitu uban.
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرو قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اَلشَّيْبُ نُوْرُ الْمُؤْمِنِ لَا يَشِيْبُ رَجُلٌ شَيْبَةً فِي الْإِسْلَامِ إِلَّا كَانَتْ لَهُ بِكُلِّ شَيْبَةٍ حَسَنَةٌ وَرُفِعَ بِهَا دَرَجَةٌ
Dari Abdullah bin Amr berkata: Rasulullah SAW bersabda, “Uban adalah cahaya seorang mukmin, tidaklah seorang beruban dalam Islam, kecuali setiap uban akan bernilai kebaikan baginya, dan meninggikan derajatnya”. (HR Al-Baihaqi)
Halangan utama untuk membuat kehidupan agar mengalir indah adalah keinginan untuk senantiasa lebih dari yang lain. Tabungan lebih banyak, jabatan lebih tinggi, nama lebih dikenal, mobil lebih mewah dan seterusnya. Padahal alam bertutur, matahari tidak bisa membuat dirinya selalu lebih terang dari bulan, bulan tidak bisa membuat dirinya selalu lebih terang dari bintang. Semua ada putaran waktunya. Bila saatnya jabatan naik, naiklah dengan penuh pelayanan. Karena pelayanan yang menentukan seberapa indah nantinya ketika turun. Kalau waktunya jabatan turun, songsonglah ia sebagai berlimpahnya waktu untuk berdoa dan membantu pihak lain. Ketika sehat banyaklah berdoa dan berkarya. Tatkala sakit, yakini rasa sakit sebagai kesempatan untuk menghapus dosa, membayar kesalahan-kesalahan masa lalu.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يَكْبَرُ ابْنُ آدَمَ وَيَكْبَرُ مَعَهُ اثْنَانِ حُبُّ الْمَالِ وَطُولُ الْعُمُ
“Anak Adam semakin tua, dan dua perkara semakin besar juga bersamanya: cinta harta dan panjang umur.” (HR. Bukhâri)
Inilah modal agar menua secara indah. Putaran waktu naik-turun, suka-duka, sukses-gagal memang terus berputar sebagaimana siang dan malam. Nah, seiring usia putaran-putaran itu mulai kehilangan cengkeramannya. Cengkeraman hilang digantikan oleh penerimaan dan keikhlasan di depan kehidupan. Dalam bahasa para tetua, di umur tua hanya penerimaan dan keikhlasan yang membahagiakan sekaligus membebaskan.
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِى بَكْرَةَ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ رَجُلاً قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ النَّاسِ خَيْرٌ قَالَ مَنْ طَالَ عُمُرُهُ وَحَسُنَ عَمَلُهُ قَالَ فَأَىُّ النَّاسِ شَرٌّ قَالَ مَنْ طَالَ عُمُرُهُ وَسَاءَ عَمَلُهُ
Dari Abdurrahman bin Abu Bakrah, dari bapaknya, bahwa seorang laki-laki berkata, “Wahai Rasûlullâh, siapakah manusia yang terbaik?” Beliau menjawab, “Orang yang panjang umurnya dan baik amalnya”. Dia bertanya lagi, “Lalu siapakah orang yang terburuk?” Beliau menjawab, “Orang yang berumur panjang dan buruk amalnya”. [HR At-Tirmidzi)
Banyak anak muda yang kemudian bertanya, adakah persiapan khusus yang dilakukan agar nanti menuanya jadi indah? Sejalan dengan hukum alam, tatkala umur masih muda (di bawah 40 tahun) ambillah beban-beban berat kehidupan. Dari sekolah, kursus, mencari bea siswa, memulai karir dari bawah, mengawali pernikahan, menabung, sampai dengan belajar yang keras. Ibarat menggendong beban, gendonglah yang berat-berat, ketika badan masih kuat dan sehat. Nanti ketika badan tidak lagi sekuat dan sesehat tatkala masih muda, yang tersisa hanya beban-beban yang lebih ringan. Alhasil, kendati masa tua badan sudah mulai berbau minyak kayu putih, pikiran mulai ringan. Secara material, setelah anak-anak tamat sekolah dan bisa menghidupi dirinya, ada sisa-sisa tabungan yang bisa digunakan di masa tua. Secara spiritual, karena pikiran sudah ringan dari keinginan, maka kehidupan mulai bercengkrama dengan getaran-getaran doa dan langkah-langkah indah ibadah.
Ini mungkin yang disebut orang Inggris sebagai life begins at fourty. Kehidupan mulai di umur 40. Arti kata “mulai” adalah mulai meninggalkan materialitas dan memasuki spiritualitas. Mulai meninggalkan kehidupan di bumi yang berat oleh tarikan gravitasi keinginan dan keserakahan, memasuki perjalanan jiwa yang ringan dan bebas menembus awan. Dalam bahasa simbolis, ia seringan asap dupa yang bergerak ke atas menembus langit. Atau sampai-sampai seorang muslim berkata: “Ternyata shalat ada rasanya,” saking menimatinya beribadah. Di umur tua, kekayaan yang akan dibawa pulang tentu bukan harta-benda, melainkan yang tak kasat mata melalui bakti berupa tabungan amal-amal kebaikan yang mengalir, hormat penuh puja dari keturunan yang patuh dan menghamba, serta bimbingan-bimbingan yang bermakna dan terasa dari ilmu kehidupan yang begitu luasnya. Inilah menua yang indah. Namun sebagaimana pesawat yang memerlukan waktu tertentu untuk terbang, demikian juga kehidupan yang siap-siap meninggalkan tarikan keinginan. Lakukanlah secara pelan dan alamiah. Di sana, insya Allah, pasti ditemukan masa menua yang indah dan husnul khatimah.