Jakarta (23/12). Hari Ibu diperingati setiap tahunnya sebagai hari nasional memperingati perjuangan dan kontribusi ibu sebagai perempuan berdaya. Pada peringatan ke-96 tahun ini, tema “Perempuan Menyapa, Perempuan Berdaya menuju Indonesia Emas 2045”, mengingatkan bahwa dari keluarga, perempuan bisa berdaya untuk masyarakat.
Anggota Departemen Pemberdayaan Perempuan dan Kesejahteraan Keluarga DPP LDII Ida Daniar Royani mengatakan bahwa menjadi ibu rumah tangga bukan berarti tenang-tenang saja di rumah. Keharmonisan rumah tangga perlu dibangun dari keluarga. Misalnya, karakter pasangan suami-istri bisa jadi berbeda, maka hal itu harus dicari kecocokannya.
“Rumah tangga harmonis dari pernikahan dua orang karakter berbeda yang dicocokkan,” ujarnya saat menyampaikan materi di Pengajian Umum Wanita LDII Kabupaten Bekasi, (22/12). Ia menegaskan, setiap ibu yang menjadi istri atau ibu perlu menyadari, ada kalanya rumah tangga tak selalu mulus. “Cobaan atau ujian bisa datang dari pasangan atau anak. Tapi hal itu tak menghalangi keimanan seorang perempuan kepada Allah SWT,” kata Ida.
Menghadapi ujian rumah tangga, ia menegaskan, perempuan perlu memasrahkan diri pada Allah. Karena itu agama penting, agar ibu selalu berpikir jernih dan bisa tetap produktif meski menghadapi masalah. “Para ibu bisa mengisi waktu dengan baik dan juga meningkatkan rasa syukur kepada Allah SWT,” ujarnya.
Ibu yang menyibukkan diri meski di rumah, Ida mencontohkan dirinya, di usia yang tak lagi muda dan bukan lagi seorang penyanyi, rupanya ia masih ingin produktif. Seperti produktif merancang baju atau fokus mendidik anak dan cucu, bersosialisasi dan mengaji.
Ia menegaskan, selain produktivitas harian, para ibu perlu memahami agama secara mendalam dengan mengaji. “Hal itu terkait peran ibu sebagai pendidik anak di rumah,” katanya.
Karena menciptakan ‘surga’ di rumah, selain peran bapak, peran ibu juga fundamental. Pendidikan tak hanya sekolah, tapi ibu juga berperan mendidik di rumah. “Itulah mengapa seorang ibu perlu memahami agama, agar anak juga memahami pentingnya salat dan berdoa,” kata Ida.
Rumah tangga dan keluarga harmonis, juga dibangun dari penerapan karakter luhur yang dicontohkan orang tua. Penerapan karakter luhur itu, ia menjelaskan, dari sikap berbudi luhur, alim-fakih, dan mandiri.
Seorang ibu mengajarkan kemandirian pada anak, mulai dari mengajak salat misalnya. “Ajarkan anak mulai dari salat tepat waktu, hingga gerakan dan bacaan salat,” kata Ida. Hal mendasar itu, targetnya adalah anak bisa salat sendiri tanpa diingatkan.
Penerapan 29 karakter luhur yang digadang LDII sebagai program andalan, menurut Ida, sudah mendukung pemberdayaan peran Ibu di rumah atau lingkungan. Tidak hanya diterapkan pada peringatan Hari Ibu, tapi juga penguatan karakter luhur dalam kehidupan sehari-hari.