Tanah Laut (19/5) – Sepotong besi merah membara memercikan api tatkala palu godam menghantamnya berkali-kali. Sementara itu bara api di bawahnya terus membara oleh hembusan udara yang dialirkan melalui pipa besi. Rupanya besi tua tersebut akan dibentuk menjadi sebilah sabit.
Begitulah aktivitas pandai besi yang dilakoni Jantera (82 tahun) bersama anaknya Ruspandi (45 tahun) setiap hari. Mereka berdua merupakan warga LDII Kabupaten Tanah Laut (Tala) Kalimantan Selatan (Kalsel) menekuni pandai besi sejak tahun 1993 silam. Artinya sudah 32 tahun profesi pandai besi menjadi sumber penghasilan utama bagi Jantera sekeluarga.
“Alhamdulillah, melalui pekerjaan ini kami dapat menghidupi keluarga sampai saat ini. Setiap hari hampir selalu ada warga yang pesan dibuatkan sabit, parang, dan alat turih pohon karet”, ungkap Jantera.
Bagi warga sekitar, pandai besi Jantera yang terletak di Desa Gunung Makmur Kecamatan Takisung Kabupaten Tala, Kalsel, sudah sangat legendaris. Karena sedikit dari beberapa pandai besi yang masih bertahan hingga saat ini. Menurut salah seorang pelanggan, sabit dan parang bikinan Jantera terkenal tajam dan kuat. Tidak seperti sabit yang dibeli di pasaran yang sering tumpul. Tidak heran jika produk pandai besi Jantera masih diminati hingga saat ini.
Keahlian pandai besi Jantera pun diturunkan ke anaknya, Ruspandi. Ruspandi, anak keempat dari delapan bersaudara ini sejak remaja sudah setia membantu sang ayah bekerja sebagai pandai besi hingga saat ini.
Ruspandi mengaku bahwa “darah” sebagai pandai besi mengalir dalam tubuhnya. Sehingga keahlian sang ayah pun menurun kepada dirinya.
“Awalnya coba-coba membantu pekerjaan orang tua, lama-lama jadi senang sampai sekarang. Alhamdulillah hasilnya cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga”, ungkap Ruspandi.
Bapak satu anak ini tak kalah ahlinya dengan ayahnya. Bahkan kini dirinya lah yang totalitas mengerjakan berbagai pesanan pelanggan.

“Karena ayah saya karena sudah lansia, paling hanya sekali-kali saja mengerjakan pesanan pelanggan. Selebihnya saya yang menyelesaikan semuanya. Tapi ayah selalu menemani di bengkel pandai besi, meskipun hanya bekerja semampunya saja”, lanjut Ruspandi.
Selain sabit, parang, dan alat turih pohon karet, Jantera dan Ruspandi juga melayani berbagai permintaan pelanggan untuk membuat berbagai perkakas dari besi. Kadang juga membuat cangkul, tajak (alat pemotong gulma sawah), dll.
“Pokoknya asal bahan dari besi, semua bisa saya kerjakan. Yang penting upahnya cocok”, ungkap Ruspandi sambil terkekeh.
Proses pembuatan perkakas dari besi dimulai dengan memanaskan besi di tungku arang hingga merah membara, kemudian besi ditempa dengan alat khusus dan palu besar di atas landasan besi hingga membentuk bilah atau bagian alat sesuai dengan kebutuhan. Selanjutnya besi yang sudah pipih diasah hingga mencapai bentuk dan ketajaman yang diinginkan. Meski terlihat sederhana, namun proses ini membutuhkan ketelitian dan kekuatan fisik yang tangguh, serta pengalaman bertahun-tahun agar hasil akhirnya sempurna.
Bagi Jantera dan Ruspandi, berprofesi sebagai pandai besi ada kepuasan batin tersendiri. Selain sebagai sumber penghasilan, profesi pandai besi juga membantu warga sekitar yang memerlukan perkakas (sabit, parang, alat turih, dll) dengan harga terjangkau dan kualitas unggul. Mereka berharap, profesi pandai besi akan tetap eksis sampai kapanpun. (Kus)